Review : Letters From Turkey


Setiap perjalanan berawal dari diri untuk berakhir pada diri juga. Ia adalah media untuk memahami diri lebih baik lagi”.

Buku Letters from Turkey ini sudah lama saya miliki, sekitar sebulan setelah diterbitkan oleh Penerbit Salsabila, namun baru-baru ini saya sempat membacanya. Saya langsung “hunting” buku ini karena saya beruntung mengenal langsung dengan penulisnya. Faris Bq adalah guru, teman seperjuang dan juga abang. Ia telah menulis buku-buku dengan tema serupa sebelumnya, sehingga saya juga sudah familiar dengan tulisannya yang ringan, sarat makna dan menenangkan.

Buku ini adalah sebuah media perjalanan saya untuk lebih mengenal potensi diri sebagai manusia. Faris Bq berhasil mengajak imajinasi saya untuk jalan-jalan di Turki, sambil memahami hikmah dari setiap halaman. Buku setebal 400an halaman ini, secara umum menggambarkan kota-kota Turki dari mata penulis. Mata yang telah terlatih melihat detil-detil kehidupan sebuah kota dan manusia serta lincah berinteraksi dengan alam sekitar. Sehingga tidak mengherankan ketika kita membaca buku ini, kita akan terbawa dengan suasana kota-kota tua dan modern Turki.

Selain dari gambaran perjalanannya ke Turki, penulis juga membumbuinya dengan kisah-kisah kerinduan pada sang istri yang jauh di Indonesia. Definisi-definisi kerinduan penulis tertuang jelas sejak dari awal halaman buku. Namun menariknya, buku ini bukan roman picisan yang sering menggambarkan romantisme idealis. Penulis menggambarkan kerinduan dengan jujur tanpa bumbu-bumbu berlebih yang lebay atau alay. Ini jelas pada pemilihan kata dan rangkaian kalimat yang menggambarkan realitas sebuah hubungan “LDR” dengan sang istri. Kemudian, aspek lainnya yang saya sukai dari buku ini adalah gaya penulis yang “ngepop”. Penulis lebih memilih diksi yang ringan sehingga makna-makna buku ini mudah diserap oleh pembaca dari kalangan umum.

Penulis juga sering mengangkat kejadian-kejadian sederhana, untuk kemudian dipaketkan dengan cara pandang yang luas dan positif. Misalnya pada cerita Makna Lain Hari Raya dan Inspirasi Cinta dari Sepasang Tangan yang Keriput. Kedua cerita ini berangkat dari momen-momen sederhana yang sering luput dari mata manusia pada umumnya. Namun penulis berhasil memaknai gerakan kecil atau ‘diam’nya lisan dengan sudut pandang yang asik dan memancing hati untuk tersenyum.

Namun disamping kelebihannya, saya juga harus jujur menilai buku ini. Saya menilai bahwa buku ini akan lebih baik lagi jika saja cerita-cerita dapat dibagi dalam dua atau beberapa jilid. Saya juga mengharapkan cerita-cerita dalam buku tersebut disatukan dalam subtema, sehingga pembaca dapat fokus mendapatkan pelajaran percerita atau pertemanya. Namun sayangnya buku ini dipaket dalam halaman yang tebal, sehingga saya merasakan kebanjiran informasi dari cerita-cerita inspiratif tersebut. Akibatnya, kadang saya tidak benar-benar bisa meresapi setiap hikmah dari setiap halaman dan judul secara lengkap. Pendapat ini juga muncul, karena saya telah membaca karangan-karangan Faris Bq sebelumnya. Kemasan buku-buku sebelum ini, seperti Life is Miracle dan The New Package of Happiness, lebih bisa memberikan makna yang mendalam kepada saya, karena buku-buku tersebut mengarahkan saya pada satu titik yang mendalam. Selain itu juga, kualitas kertas dan kulit buku ini tidak sebaik isi buku tersebut.

Walau demikian, buku Letters From Turkey ini tetap menginspirasi saya dalam memaknai dan melihat persepsi hidup. Semoga sadaqah jariyah ini akan terus bermanfaat bagi penulis dan kita semua.

“Buku ini adalah gemericik sungai yang mengalir santai dan tenang. Bait-baitnya menenangkan hati kita dalam belantara hutan metropolis yang semakin bingar”.
Review : Letters From Turkey Review : Letters From Turkey Reviewed by Unknown on 2:10 PM Rating: 5

3 comments:

  1. Wah, baru dengar nama penulis ini, padahal bukunya udah lebig dari satu >_<

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kak, beliau tlbih terkenal di jawa, sebagai motivator

      Delete

Powered by Blogger.